“Percakapan kecil menjadi jembatan antara dua jiwa yang sama-sama ingin pulang”
Aku memulai pagi seperti biasanya, bergegas menuju tempatku bekerja dengan perut kosong, mengendarai motor butut kurir yang kupakai untuk mengantarkan barang dari toko ke toko. Sejujurnya, aku belum siap untuk melangkah pagi itu. Segudang masalah terjebak di kepalaku, namun aku tetap harus melanjutkan pekerjaan ini. Aku hanya kurir kecil, yang mengharapkan sedikit tips jika ada orang baik yang sedang berbagi.
Hari ini cukup terik, panas menjalar ke ubun-ubun, bahkan menembus helm butut yang selalu kukenakan. Jaket yang kukenakan berbau menyengat, tersengat matahari siang itu. Aku harus mengantarkan barang ini segera ke pelabuhan karena waktu yang sangat singkat. Kukebut motorku yang hampir berasap melawan teriknya matahari siang itu.
“Terima kasih telah mengantarkan barang ini tepat waktu, hampir saja ketinggalan kapal,” ucap Pak Narto di pelabuhan saat itu. Aku memang sudah sering mengantarkan barang kepada Pak Narto, dan beliau selalu memberiku tips setelah selesai mengantarkan barang. Pak Narto adalah kepala bagian logistik di pelabuhan yang punya andil untuk jasa pengiriman barang dari pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
“Kamu tidak bosan jadi kurir seperti ini setiap hari?” ucap Pak Narto.
“Alhamdulillah, Pak, ini rezeki yang saya dapatkan pertama di kota ini, dan saya sangat senang menjalaninya,” jawabku. Meskipun jawaban ini berlawanan dari apa yang kurasakan saat itu.
“Wah, sayang sekali, saya punya tawaran untukmu. Di Pelabuhan Bandar Utara sedang membutuhkan staf, sepertinya kamu orang yang tepat,” ucapnya dengan raut yang sedikit kecewa. Aku tidak langsung mengiyakan, meskipun aku sebenarnya butuh pekerjaan tetap seperti itu.
“Coba saya pikirkan dulu satu malam ini, Pak. Besok atau lusa saya kembali untuk memastikannya.” Aku sebenarnya sangat ingin, namun Aira alasanku untuk tetap ada di sini. Pelabuhan Bandar Utara berjarak sangat jauh dari kota ini. Aku tidak ingin kehilangan momen setiap sore bersama Aira yang telah menemaniku selama ini.
Sore itu aku kembali ke toko Aira yang saat itu mulai menyajikan senyumnya. Aku tak tahu kapan persahabatan itu mulai berubah. Kami tidak pernah benar-benar bicara soal hati. Tidak ada pengakuan, tidak ada puisi. Hanya obrolan sore hari tentang cuaca, tentang pelanggan yang cerewet, tentang kenangan masa kecil yang membuat kami tertawa atau terdiam lama.
Aira bukan perempuan yang mudah ditebak. Kadang ia tampak seperti halaman kosong, tapi di hari lain, seperti novel tebal yang tak ingin dibaca siapa pun. Tapi aku betah di dekatnya. Dalam diamnya, ada ruang untukku. Dalam senyapnya, aku merasa dimengerti.
Malam itu, kami duduk di belakang toko, memandangi langit yang menggantung rendah. Aira memegang cangkir teh yang mengepulkan aroma kayu manis. “Kau tahu, Badai,” katanya pelan, “ada orang-orang yang lahir dengan nama yang berat. Seberat harapan orang-orang terhadap mereka.”
Aku menatapnya. Ia tidak sedang bicara tentangku. Tapi mungkin tentang dirinya sendiri. “Dan kau?” tanyaku. “Apa namamu berat juga?”
Ia hanya tersenyum. “Aku lebih suka berpura-pura tidak tahu.”
Di malam itu, untuk pertama kalinya aku ingin menyentuh tangannya. Tapi kutahan. Aku takut merusak sesuatu yang belum sempat tumbuh. Tiap kali aku pulang dari toko itu, rasanya seperti meletakkan sebagian jiwaku di sana. Seperti ada yang tertinggal. Bukan jaket atau dompet—tapi rindu yang tidak punya nama.
Dan Aira, dengan segala misterinya, menjadi pusat semestaku yang baru. Ia tidak pernah bercerita tentang keluarganya. Tidak pernah menyebut soal kemewahan, soal asal-usul, soal darah biru yang mungkin mengalir dalam nadinya. Tapi aku tahu, di balik kesederhanaannya, ada tembok tinggi yang dibangun bukan untuk menjauh, tapi untuk menjaga. Dan aku, perlahan, mulai ingin memanjat tembok itu. Bukan untuk menaklukkannya, tapi untuk memahami taman sunyi di baliknya.
Kehangatan malam itu membuatku lupa bercerita tentang tawaran pekerjaan yang akan memisahkan aku dan "rumahku" di kota ini, yaitu Aira. Sepertinya aku masih punya waktu untuk menceritakan berita ini.
Support aku dengan download Novel Lengkap pada link berikut
Komentar
Posting Komentar