HOT PULANG KE AKAR

Posted by RUANG TULIS, Released on

Option
Option

NOVEL PULANG KE AKAR

Posted by RUANG TULIS, Released on

Option
Option



"Kadang, pulang adalah awal dari memberi makna baru pada luka lama"


Beberapa bulan setelah menikah, aku dan Aira memutuskan untuk pulang ke desa. Bukan karena terpaksa, tapi karena ada kerinduan yang tak bisa diabaikan—kerinduan untuk kembali ke akar, untuk memberi arti baru pada tanah yang pernah penuh luka.

Jalanan menuju kampung terasa asing tapi familiar. Banyak yang berubah. Rumah-rumah makin rapat, sawah-sawah perlahan berganti bangunan. Tapi aroma tanah basah, suara burung-burung liar, dan sapaan hangat dari orang-orang tua yang masih mengenal namaku—semuanya membawa rasa hangat di dada.

"Dai? Itu kamu?" suara Pak Darto, tetangga lama kami, terdengar dari pinggir jalan. Aku tersenyum dan menjabat erat tangannya. "Iya, Pak. Ini Aira, istri saya. Kami mampir ke rumah ibu."

Kami tinggal beberapa hari di rumah ibu. Aira cepat akrab dengan warga sekitar, bahkan ikut membantu di dapur umum saat ada acara kampung. Aku merasa bangga sekaligus terharu.

Suatu sore, aku duduk di pinggir sawah yang dulu sering kutangisi diam-diam saat kecil. Kini aku duduk di sana sebagai seseorang yang tak lagi menghindari masa lalu.

Aku bertemu kembali dengan teman-teman lama. Beberapa sudah jadi petani, pedagang, bahkan guru. Kami tertawa mengenang masa lalu. Dan dari perbincangan itu, aku sadar, kampung ini tidak kekurangan semangat—hanya kurang kesempatan.

Dari percakapan itu pula lahirlah ide untuk membangun sebuah program literasi dan pelatihan keterampilan bagi pemuda desa. Aku ingin mereka tahu bahwa mimpi bukan milik anak kota saja. Aku ingin jadi jembatan.

Dengan bantuan beberapa rekan dan dukungan dari lembaga tempatku bekerja, akhirnya program itu dimulai. Aira ikut turun tangan, bahkan lebih semangat dariku. Dalam waktu singkat, banyak anak muda ikut serta. Mereka belajar desain, bahasa asing, teknologi, hingga cara membangun usaha kecil.

Aku merasa pulang bukan lagi tentang bernostalgia. Tapi tentang membagikan cahaya pada tempat yang dulu gelap bagiku. Aku tak datang untuk mengubah kampung ini, tapi untuk menyalakan lagi semangat yang sempat redup. Dan saat kulihat senyum ibu menyaksikan anak-anak muda itu tertawa penuh harapan, aku tahu—akar ini tak lagi membelenggu, tapi kini menguatkanku.


Support aku dengan download Novel Lengkap pada link berikut

https://lynk.id/dhebzky/zwk03eyv08jr



"Kadang, pulang adalah awal dari memberi makna baru pada luka lama"


Beberapa bulan setelah menikah, aku dan Aira memutuskan untuk pulang ke desa. Bukan karena terpaksa, tapi karena ada kerinduan yang tak bisa diabaikan—kerinduan untuk kembali ke akar, untuk memberi arti baru pada tanah yang pernah penuh luka.

Jalanan menuju kampung terasa asing tapi familiar. Banyak yang berubah. Rumah-rumah makin rapat, sawah-sawah perlahan berganti bangunan. Tapi aroma tanah basah, suara burung-burung liar, dan sapaan hangat dari orang-orang tua yang masih mengenal namaku—semuanya membawa rasa hangat di dada.

"Dai? Itu kamu?" suara Pak Darto, tetangga lama kami, terdengar dari pinggir jalan. Aku tersenyum dan menjabat erat tangannya. "Iya, Pak. Ini Aira, istri saya. Kami mampir ke rumah ibu."

Kami tinggal beberapa hari di rumah ibu. Aira cepat akrab dengan warga sekitar, bahkan ikut membantu di dapur umum saat ada acara kampung. Aku merasa bangga sekaligus terharu.

Suatu sore, aku duduk di pinggir sawah yang dulu sering kutangisi diam-diam saat kecil. Kini aku duduk di sana sebagai seseorang yang tak lagi menghindari masa lalu.

Aku bertemu kembali dengan teman-teman lama. Beberapa sudah jadi petani, pedagang, bahkan guru. Kami tertawa mengenang masa lalu. Dan dari perbincangan itu, aku sadar, kampung ini tidak kekurangan semangat—hanya kurang kesempatan.

Dari percakapan itu pula lahirlah ide untuk membangun sebuah program literasi dan pelatihan keterampilan bagi pemuda desa. Aku ingin mereka tahu bahwa mimpi bukan milik anak kota saja. Aku ingin jadi jembatan.

Dengan bantuan beberapa rekan dan dukungan dari lembaga tempatku bekerja, akhirnya program itu dimulai. Aira ikut turun tangan, bahkan lebih semangat dariku. Dalam waktu singkat, banyak anak muda ikut serta. Mereka belajar desain, bahasa asing, teknologi, hingga cara membangun usaha kecil.

Aku merasa pulang bukan lagi tentang bernostalgia. Tapi tentang membagikan cahaya pada tempat yang dulu gelap bagiku. Aku tak datang untuk mengubah kampung ini, tapi untuk menyalakan lagi semangat yang sempat redup. Dan saat kulihat senyum ibu menyaksikan anak-anak muda itu tertawa penuh harapan, aku tahu—akar ini tak lagi membelenggu, tapi kini menguatkanku.


Support aku dengan download Novel Lengkap pada link berikut

https://lynk.id/dhebzky/zwk03eyv08jr

Komentar

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset