CERITA HIKMAH BERDAMAI DENGAN NAMA

Posted by RUANG TULIS, Released on

Option


“Nama yang dulu melukai, kini kujadikan mahkota di kepala yang tegak berdiri”


Sudah lama aku tidak menatap namaku sendiri dalam-dalam. Nama yang dulu terasa seperti beban, cap, dan kutukan. "Nestapa"—kata yang sejak kecil membuatku dibuli, dianggap sial, dan dijauhi. Tapi di ruang kerjaku kini, tertempel papan nama kecil: Badai Nestapa. Dan untuk pertama kalinya, aku memandangnya tanpa amarah.

Malam itu, aku duduk sendiri di ruang tamu, menatap dinding yang kosong. Aku mengambil buku catatan lama, buku yang dulu kubawa saat merantau, berisi coretan-coretan patah hati, kemarahan, dan harapan samar. Di sana, ada satu halaman kosong yang kini kupenuhi dengan satu kalimat besar:

"Aku memaafkanmu, wahai nama."

Kupikir, berdamai dengan nama berarti berdamai dengan masa lalu. Nama itu dipilih ayahku. Mungkin memang karena kehadiranku membawa badai dalam rumah tangganya, atau mungkin... karena ia tahu aku akan menjadi pribadi yang tangguh, yang mampu menaklukkan badai. Entahlah. Aku tidak akan pernah tahu alasan pastinya, karena aku dan ayah sudah lama tak bertemu, tak berbicara.

Namun kini aku ingin percaya bahwa ia memberikan nama itu bukan sebagai kutukan, tapi sebagai tantangan. Tantangan untuk menjadi seseorang yang kuat, yang tahan banting, yang bisa tetap berjalan di tengah derasnya kehidupan.

Di suatu akhir pekan, aku pulang kampung. Bukan ke rumah masa kecilku, karena rumah itu sudah lama tak berpenghuni. Aku pergi ke pemakaman. Berdiri di depan makam ayahku. Tanganku gemetar. Hatiku tak karuan. Tapi akhirnya aku berani berkata:

"Ayah... terima kasih sudah memberiku nama ini. Aku telah belajar menerima. Aku telah belajar berdamai."

Tak ada jawaban. Hanya desir angin, dan suara dedaunan yang berbisik. Tapi di dalam dadaku, ada yang runtuh... dan perlahan berubah menjadi tenang.

Dalam perjalanan pulang, aku tersenyum. Aku bukan lagi bocah kecil yang marah pada dunia. Aku bukan lagi anak yang lari dari identitasnya. Aku adalah Nestapa, dan kini aku tahu bahwa nama itu bukan aib, tapi anugerah.

Di hari Senin, aku menulis nama lengkapku dengan bangga di papan presentasi saat memimpin rapat:

Badai Nestapa, S.H.

Dan saat semua mata menatapku dengan hormat, aku tahu—aku telah menang. Bukan atas orang lain, tapi atas diriku sendiri.


Support aku dengan download Novel Lengkap pada link berikut

https://lynk.id/dhebzky/zwk03eyv08jr

Komentar

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset